Here's a fact: I never been to Jogjakarta before.
Sebenarnya pernah tapi waktu kecil sekali dan tak ada ingatan sedikitpun dalam otak saya tentang Jogja, jadi ketika tawaran jalan singkat ke Jogja sekaligus datang ke acara ngunduh mantu sahabat di kantor, tentu saya bilang iya!
Saya dan beberapa teman pergi ke Jogja naik pesawat. Kami pergi tak lama setelah berita kecelakaan pesawat Lion Air, jadi bahkan saya yang biasanya gak banyak tingkah diatas pesawat pun gemetaran waktu pesawat kami goyang-goyang dikit.
Ternyata Jakarta - Jogja via pesawat ini lebih cepat dari Jakarta - Depok naik KRL ya haha.
I mean! saya baru mau memejamkan mata ketika pilot mengabarkan pesawat akan segera landing. Yaaah...
Saya cukup semangat pergi, karena banyak orang yang bilang kalau Jogja adalah kota yang romantis, kota bisa meninggalkan banyak kenangan.Yah, ekspektasi saya Jogja belum seramai Bandung lah setidaknya.
Tapi nyatanya Jogja
mayan ramee uga yaaa...
Sampai di Jogja sore, malamnya saya dan teman-teman main ke Malioboro, melewati tugu Jogjakarta (yang replikanya di Menteng setiap hari saya lewati tiap berangkat kerja), jalan-jalan di sekitar 0 kilometer dan makan di tempat hitz murah SS dekat kampus UIN, pulangnya malam sekali kami makan sate klatak, sate daging kambing muda yang juga ramai dikunjungi orang. (
I don't like it anyway! enakan sate maranggi).
Jujur, saya membayangkan jalanan Jogja yang lebih lengang, tapi seorang teman yang lulus dari UGM bilang Jogja kota sudah sangat ramai, kalau mau merasakan yang lebih sepi harus ke pinggiran. Malioboro apalagi, saya kira akan seperti Braga-nya Bandung, ramai tapi masih menyenangkan untuk tempat berjalan kaki.
Iyeu mah euy, siga Pasar Baru, tujuan orang kesini bukan jalan kaki sepertinya, tapi untuk belanja. Saya juga belanja celana dan rok batik di Malioboro.
Kami juga menyaksikan pengamen jalanan legendaris di Malioboro.
Besoknya, habis kondangan, kami main ke Taman Sari, tempat pemandian orang-orang keraton jaman dulu kala. Kebetulan berbarengan dengan hari Maulid, liburan dan baaaah, banyak sekali orang dimana-mana. Saya menyesal gak pakai jasa pemandu yang bisa menjelaskan banyak hal bersejarah ditempat ini, jadinya ya hanya foto-foto. Yang menyenangkan dari Taman Sari menurutku, ya kita bisa masuk ke gang-gang rumah-rumah warga, disana saya baru merasakan 'Jogja' nya, mungkin karena melihat interaksi warga lokal kali ya :)
Pulang dari Taman Sari, kami main ke Filosofi Kopi Jogja.
Nah teman-teman, karena saya tak mengurus itenerary dan jadwal, saya sendiri tak tahu lokasi-lokasi ini berada dimana. Tapi yang pasti, di Jogja kita sudah bisa pakai GOJEK dan GRAB untuk pemesanan transportasi online. Jadi lebih mudah.
Filosofi Kopi Jogja tempatnya bagus! Tenang walaupun agak ramai, tempatnya luas, tidak seperti Filosofi Kopi blok-M, duduk-duduk disini rasanya menyenangkan, mungkin lebih menyenangkan ketika sendiri atau berdua. :D
Nah, menurut saya saya beruntung sekali ketika di Jogja. Jadi saat kelaparan malam-malam, saya minta teman saya yang sudah ngelotok pengetahuan tentang jalanan jogjanya untuk ajak saya jalan makan malam, saya minta dibawa ke tempat bakmi yang enak. Dia bawa saya ke Bakmi Pele di alun-alun.
Kebetulan sedang ada acara Sekatenan, memperingati Maulid Nabi. Di Alun-alun ada pasar malam dengan beragam wahana permainan pasar malam tradisional dan jajan-jajanan malam yang menggugah perut. Tapi yang lebih seru lagi, halaman keraton dibuka untuk pameran benda-benda keraton. Yaaaay! Setelah
craving for museums dari hari sebelumnya! ya kan ga enak ya datang ke satu daerah ga datang ke Museum nya! Pameran ini cukup membuat saya merasa berada di Jogja sepenuhnya. Ditambah lagi menjelang tengah malam, ada tradisi pemindahan gamelan dari masjid diujung keraton ke keraton, semacam arak-arakan pemindahan alat musik keraton yang dipanggul oleh abdi dalem keraton.
Melihat para Abdi Dalem keraton ini, jadi ingat video clip Teman Hidup - Tulus ya! :')
Gambaran saya tentang mereka:
Nrimo dan setia.
Terakhir, menjelang jam 12 malam, saya jalan kaki dari alun-alun selatan ke alun-alun utara (eh apa kebalik ya), untuk tes kejernihan hati haha! Jadi ada dua pohon beringin besar ditengah Alun-Alun, kabarnya, dulu seorang puteri di Jogja hendak dipinang oleh seorang pemuda, untuk mengetes kejernihan hatinya, pemuda tersebut diminta berjalan tutup mata melewati dua pohon tersebut.
Saya coba dong! 2 kali. satu hampir nabrak tukang balon, satu lagi hampir sampai tiba-tiba belok kiri hampir nabrak tembok pagar pohon.
As! belum jernih-jernih kali hatimu!
Setelah itu saya makan sekoteng hangat di Alun-alun. Enaaak!
Hari terakhir di Jogja kami gunakan untuk makan makanan khas Jogja di sekitaran Kota, eh malah masuk Tempo Gelato dan Yoshinoya! macam di Jakarta ga ada Yoshinoya ya! haha
3 hari 2 malam di Jogja, singkat, tak berkesan diawal tapi amat sangat berkesan dikeesokan harinya!
Saya berharap mendapat kesempatan lebih panjang untuk jalan di daerah pinggiran Jogja, yang lebih banyak sawah dan pemandangan hijaunya! Atau malah main benar ke sekitaran gunung merapi, gak harus ndaki sih! hehe, sekedar jalan-jalan aja
Terima kasih Jogja!