Bulan ini, kami merayakan sedikit kenangan tentang pernikahan dan segala kebahagiaan yang menyertai setelahnya, juga kerusuhan yang menghinggapi di sepanjang prosesnya.
Kami menikah dua tahun lalu, rasanya sudah lama sekali padahal baru dua tahun saja ya. Seringkali teman-teman saya bertanya. "Apa yang membuat saya memutuskan menikah?" Oh, biasanya yang bertanya seperti itu cukup memahami mimpi-mimpi saya akan banyak hal yang justru terlihat sulit diraih ketika memutuskan menikah. Dan sampai hari ini saya masih agak kesulitan menemukan kalimat atau paragraf yang tepat untuk mejelaskan hal tersebut. Satu yang pasti: Saya bertemu seseorang yang saya yakin akan mendukung mimpi-mimpi saya. Sehingga saya sama sekali tidak takut akan kehilangan mimpi-mimpi tersebut.
Bicara tentang pernikahan, kita di Indonesia seringkali menjadikan satu 'Marriage' dan ' Wedding' ya. Tapi saya cukup strict tentang dua hal ini. Bagi saya keduanya amat sangat berbeda. Saya sama sekali tak ingin saya hanya fokus pada 'pesta pernikahan' atau wedding. Saya bahkan bisa dibilang tak terlalu peduli tentang hal ini. Tapi saya sangat amat peduli pada makna pernikahan as a marriage. Proses panjang menjalani kehidupan berdua itu sendiri di awal sudah sangat menakutkan bagi saya. Bahkan ketika menemukan orang yang kita anggap tepat. Sama sekali tak membuat pernikahan jadi seperti pelangi sepanjang waktu. Tetap saja banyak rusuhnya, banyak hebohnya, banyak tangisnya. Tapi tak saya pungkiri, ada banyak kebahagiaan juga yang saya rasakan setelah menikah, beberapa kebahagiaan ini bahkan belum pernah saya temukan sebelum menikah, atau sebelum bertemu suami saya.
Mengenang Masa-Masa Berjuang
Sebetulnya hari ini saya sedang ingin menceritakan proses pesta pernikahan kami yang (bagi saya) sederhana dan memang tak terlalu peduli apa kata orang. Seorang teman pernah berkata pada saya "Mau sebagus apapun pesta nikahnya, tetap saja ada gak sempurnanya di mata orang lain, jadi yang penting kitanya happy waktu acara". Ucapan itu membekas sekali bagi saya. Sampai-sampai benar-benar saya lakukan di pernikahan saya sendiri.
Dua tahun lalu, saya dan suami harus berjuang menabung sepanjang tahun untuk persiapan pernikahan. Kami tidak berasal dari keluarga dengan finansial yang melimpah. Dan seperti yang kami dan kita semua tahu, pesta pernikahan sebelum covid-19, biayanya sangat-sangat-sangat mahal. [mahal ini sebenarnya subjektif, but I think we can agree when it comes to a wedding, it'll be costly]. Setelah menabung sepanjang tahun, saya bicara pada Ibu, [Bapak saya sudah berpulang di tahun 2018]. Menyampaikan keinginan saya tentang acara pernikahan ini.
Saya ingin memisahkan acara akad dan resepsi. Yup, walaupun saya tahu membuat dua acara akan makan biaya lebih, saya tetap ingin memisahkannya sejak awal. Alasannya, saya tahu Ibu ingin keluarga dan tetangga hadir di acara pernikahan saya, tapi saya juga ingin teman-teman saya hadir dan bisa ngobrol leluasa di acara pernikahan saya. Tapi kan lingkaran pertemanan saya dan Ibu beda :'). Saya ingin melangsungkan akad di rumah, ini permintaan Bapak dulu, dan ingin membuat satu acara santai bersama teman-teman di kedai kopi.
Untungnya, Ibu tak terlalu sibuk dan komentar A, B,C. Ibu saya bahkan bilang "ya, yang mau nikah kamu, yang punya uang kamu, silakan bikin acaranya asal disampaikan ke kelaurga besar baik-baik". Yes! I Know I'm a lucky daughter karena punya Ibu seperti Ibu saya. Tapi, tentu tak ada pernikahan yang tanpa drama. Pada akhirnya, saya tidak melangsungkan akad di rumah, tapi di rumah eyang, ada banyak pertimbangan teknis yang rasanya benar juga, tapi kalau ditanya alasan sebenarnya kenapa saya nurut: saya malas ribut, setidaknya untuk akad nikah, saya malas ribut. Malas berdebat, malas misuh-misuh dan malah stress sendiri. Jadi saya bertekad: gak apa di atur-atur waktu akad, tapi acara saya dan teman-teman, saya gak mau di atur-atur.
Dan ini kejadian sih.
Saya bahkan meminta dengan hormat pada keluarga besar saya untuk tidak hadir di acara santai akhir pekan bersama teman-teman saya, hanya sepupu-sepupu yang hadir. Walaupun tetap ada keluarga besar yang hadir untuk alasan yang saya kurang mengerti apa, tapi saya tetap senang karena jumlahnya terkendali. Saya mengenal seluruh wajah yang hadir di hari itu, malamnya beberapa dari mereka bahkan menginap di rumah dan ngobrol sampai larut malam.
Acara resepsi, di kedai kopi, dengan menu makanan nasi timbel ayam bakar, gorengan, kopi dan teh (literally because that's the only things we two could afford at that time), tapi saya bahagia karena apa yang saya mau bisa terlaksana.
Semuanya terjadi juga karena dibantu Fitri--, Sahabat, adik, rekan komunitas, support sistem saya yang membuat semuanya lancar terkendali. Belum lagi dukungan dari semua teman-teman yang hadir dan membantu acara terlaksana dengan baik.
Apakah sesempurna itu? ahaa, tentu saja tidak, tapi sejak hari itu saya berusaha mengingat hal yang baik dari acara tersebut alih-alih sebaliknya. Oh iya, ada lagi, saking broke-nya kami saat itu, saya bahkan tidak pakai MuA (Saya dibantu sepupu saya urusan make up), saya juga tidak menyewa photographer, tapi dibantu adik saya dan teman-temannya mengabadikan kenangan di hari itu. Untuk MC, saya dibantu Nico dan Faisol, dua sahabat saya dari program mengajar. Ah kalian semua yang membantu hari itu! Terima kasih!!
--
Sekarang kalau mengingat semuanya, saya sama sekali tidak menyesal menyelenggarakan acara pernikahan yang apa adanya dan semampunya kami. Semampunya dan tidak berlebihan, karena setelah menikahlah kehidupan yang sesungguhnya dimulai, bukan?
--
Setiap orang pasti punya impian pernikahan sendiri-sendiri. Saya sangat beruntung bisa melangsungkan pernikahan, setidaknya seperti yang saya mau saat saya berumur 27 tahun. Saya tidak tahu apa jadinya pesta pernikahan saya kalau saya menikah lebih muda atau lebih tua dari itu, hihi, bisa jadi gambaran ideal saya tentang pesta pernikahan ya berubah lagi.
Tapi melalui tulisan ini, saya ingin memberikan apresiasi untuk diri saya sendiri. "Selamat As! Sudah berjuang melewati masa-masa itu!".
Untuk teman-teman yang membaca ini dan mungkin belum menikah atau sedang bimbang ingin seperti apa ketika menikah nanti, semangat ya!