"Aku akan balik kok ke Bengkulu, setidaknya lima tahun lagi", ucapku pada seorang sahabat, diatas motor, dihari-hari terakhirku di Bengkulu usai menyelesaikan urusan sidang skripsi dan menghitung hari untuk kembali ke Cimahi.
--
Percakapan diatas terjadi pertengahan tahun 2014. Kala itu saya sebenarnya tak benar-benar ingin pergi dari Bengkulu, empat tahun menetap dan belajar disana, rasa cinta saya pada Kota ini tumbuh sedemikian rupa. Teman-teman terdekat saya ada di Kota ini, kesempatan bekerja (yang kala itu saya lihat amat menjanjikan) terbuka lebar.
I can do so much things in this City. Itu yang saya pikirkan lima tahun lalu.
Apakah akhirnya saya menetap dan tinggal?
Eww, sayangnya dan syukurnya tidak.
Sayangnya, saya harus meninggalkan Kota ini, kembali ke Cimahi, bekerja di Kota yang selalu saya sebut Kota dimana saya berasal. Meninggalkan banyak kenangan dan teman-teman terbaik yang pernah saya miliki.
Syukurnya, saya bisa move on, menjalin kembali pertemanan lama, membangun pertemanan baru, lima tahun belakangan tak hanya bekerja dan belajar di satu tempat, lima tahun, empat pekerjaan di tempat berbeda. Saya juga bersyukur karena toh pada akhirnya, teman-teman terbaik yang saya miliki di Bengkulu pergi merantau atau kembali ke kampung halamannya. Tak terbayang betapa merananya jika saya tinggal dan tak ada mereka disana.
Singkat cerita, saya memenuhi janji untuk kembali lima tahun setelah saya meninggalkan Bengkulu. Untuk sebuah keperluan yang amat menyenangkan karena saya bisa menunaikan dua janji sekaligus dalam satu waktu. Satu: Kembali ke Bengkulu setelah lima tahun. Dua: Hadir di Pernikahan Renti.
Saya membeli tiket pesawat ke Bengkulu dua bulan sebelum saya berangkat.
I'm beyond excited. Sempat merasa takut karena seperti mengulang pengalaman pertama kali berangkat, naik pesawat sendirian. (Bedanya kala itu saya diantar alm. Bapak sampai Soekarno Hatta). Ternyata saya satu pesawat dengan Ronald, sahabat saya yang juga mudik untuk menghadiri pernikahan adiknya. Perjalanan yang saya kira akan diisi air mata karena saya mengingat moment diantar Bapak pun sirna, Ronald berangkat bersama istri dan anaknya yang lucu. Saya merasa senang sepanjang perjalanan.
|
Me & Abang setelah lima tahun tak jumpa |
Sampai Bengkulu saya dijemput Abang Ari, sahabat satu geng yang selalu dituakan dan direpotkan. Abang datang basah-basah karena kehujanan. Dan meskipun hari masih hujan, Abang Ari mengantarkan saya ke tempat yang amat sangat ingin saya datangi: Universitas Bengkulu.
How I missed this place.
Rasanya seperti kembali ke sembilan tahun lalu, pertama kali menginjakkan kaki disini. Beberapa orang bingung ketika saya bilang tempat pertama yang ingin saya datangi di Bengkulu adalah kampus. Well, saya menghabiskan hampireluruh waktu ketika kuliah dulu dengan berada di kampus. Bukan hanya ketika ada perkuliahan tapi hampir sepanjang waktu. Meskipun tak mungkin menemui wajah-wajah yang sama, melihat gedung-gedung yang pernah saya lewati dulu, rasanya cukup untuk memanen rindu.
|
Saya di depan gedung perpustakaan Unib |
|
Di depan GKB III Ruang 1, kelas kuliah dulu |
Pulang ke Bengkulu juga berarti bertemu teman-teman terdekat saya ketika kuliah dulu.
Pernikahan Renti semacam ajang reuni bagi saya dan teman-teman.
Senaang sekali rasanya. Lima tahun memendam perasaan ingin pulang ke Bengkulu rasanya tak sia-sia. Saya pulang di waktu dan untuk alasan yang tepat. Walaupun hanya dua hari.
|
Wait, let just say this is my kinda Bachelorette party. Make sure the bride wont be starving in the morning |
|
Me & My BBFF |
|
Reunion |
Err, tentunya tak lengkap menceritakan perjalanan ini tanpa drama didalamnya.
Saya seharusnya pulang hari Minggu sore. Setelah diantar seluruh teman-teman
(It's like the good old time, setiap kali meninggalkan Bengkulu, selalu diantar teman-teman terdekat), melewati drama penuh tangis di depan rumah Renti ketika pamit pada Ibu, hampir menangis di rumah Bu Ju, saya . . . ditinggal pesawat.
Whaaaat
Ternyata sebulan belakangan tak ada penerbangan sore dari Bengkulu ke Jakarta dengan Lion Air.
Damn. Apesnya mereka tak berkabar, katanya nomor saya tak bisa dihubungi.
Setelah panik dan hampir marah (karena besok harus kerja pagi). Saya tidak jadi marah-marah seperti kejadian-kejadian penumpang ditinggal pesawat yang sering viral di media sosial. Saya cuma minta mereka menyediakan tiket penerbangan pengganti. Senin, yang paling pagi, kalau bisa subuh.
Setelah 30 menit, saya mendapatkan kepastian untuk terbang besok pagi jam 06.00, cukup pagi untuk berada di kantor sebelum jam 11.
Tapi tentu tetap ada hikmah dibalik semua kejadian.
Saya jadi bisa main ke Pantai Panjang, ke tempat dimana saya sering main sepeda bareng Abang Ari dulu. Melihat matahari terbenam dengan cara yang beberapa tahun lalu jadi cara yang 'biasa' namun sekarang jadi luar biasa. Juga bisa menginap di tempat Bu Ju, adik Ibu yang tinggal di Bengkulu.
Besoknya, saya kembali dengan hati yang penuh syukur.
Ahhhh, rasanya senang sekali bisa pulang.
|
Jadi kapan balik lagi ke Bengkulu, As?
|