Bapak,
When you passed away, it was the biggest shock of my life. Nothing prepared me for it. I live each day wondering how I will get through it and then I remember that you would want me to.
---
38 hari kebelakang, adalah hari-hari paling saya tak mengerti sepanjang hidup. Kehilangan Bapak rasanya menjadi sesuatu hal yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Saya tak biasa ditinggal orang, saya biasa meninggalkan orang lain. Pergi merantau, kembali pulang, tak pernah kehilangan orang-orang terdekat yang amat saya sayangi selain Embah dan Eyang yang ketika pergi seharian saya tangisi. Dua orang yang kepergiannya amat sangat dianggap maklum banyak orang karena Embah dan Eyang sudah sepuh, akan lebih bahagia di surga kembali bertemu Embah kakung dan Eyang kakung.
Kehilangan Bapak rasanya menjadi pukulan tepat di jantung hati. Mengejutkan, membuat saya tak bisa bicara beberapa saat, hanya menangis dan menangis hingga tak sanggup lagi menitikkan air mata. Saat Bapak dikuburkan, saya tak lagi menangis, air mata saya benar-benar habis juga ingin bersikap tegar depan Ibu, tak ingin meraung karena saya tau bukan saat yang tepat meraungi kepergian Bapak saat Bapak dimakamkan. Saya tahu akan ada hari atau malam dimana saya sedang sendiri, Bapak tiba-tiba masuk kedalam hati dan membuat saya mejadi sendu dan amat merindukan kehadirannya. Saat itulah air mata akan tumpah, saya akan menangis sampai sesak dan berteriak dalam hati betapa saya merindukan obrolan-obrolan dan wejangan penting dari Bapak.
Malam ini sendu itu datang. Sambil merindukan Bapak sambil saya tarik pula 38 hari kebelakang bagaimana saya masih bisa tetap merasa bahagia saat berkumpul bersama keluarga, bercanda dengan sahabat dan teman-teman, bekerja dengan biasa dan bersemangat menjelajahi ruang-ruang baru. Saya sampai pada satu kesimpulan bahwa jika Bapak tahu setelah Bapak pergi anak sulungnya ini masih meraung meratap dan tak bisa melanjutkan hidup, Bapak akan hancur juga hatinya. Bapak yang halus sekali perasaannya, pasti akan menangis tak kalah hebat melihat anak-anaknya tak bisa melanjutkan hidup.
---
Bapak, jika malam ini Mba menangis hingga sesak, tak apa bukan ?
Hanya semalam, Hanya malam ini, Mba ingin mengingat betapa banyak hal yang ingin Mba katakan, banyak hal yang ingin Mba ceritakan, bagaimana tempat Mba bekerja sekarang, apa yang Mba kerjakan sekarang, betapa baiknya teman-teman disekitar Mba sekarang .... Tapi tak sempat Mba katakan..
Bapak,
Mba rindu.
When you passed away, it was the biggest shock of my life. Nothing prepared me for it. I live each day wondering how I will get through it and then I remember that you would want me to.
---
38 hari kebelakang, adalah hari-hari paling saya tak mengerti sepanjang hidup. Kehilangan Bapak rasanya menjadi sesuatu hal yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Saya tak biasa ditinggal orang, saya biasa meninggalkan orang lain. Pergi merantau, kembali pulang, tak pernah kehilangan orang-orang terdekat yang amat saya sayangi selain Embah dan Eyang yang ketika pergi seharian saya tangisi. Dua orang yang kepergiannya amat sangat dianggap maklum banyak orang karena Embah dan Eyang sudah sepuh, akan lebih bahagia di surga kembali bertemu Embah kakung dan Eyang kakung.
Kehilangan Bapak rasanya menjadi pukulan tepat di jantung hati. Mengejutkan, membuat saya tak bisa bicara beberapa saat, hanya menangis dan menangis hingga tak sanggup lagi menitikkan air mata. Saat Bapak dikuburkan, saya tak lagi menangis, air mata saya benar-benar habis juga ingin bersikap tegar depan Ibu, tak ingin meraung karena saya tau bukan saat yang tepat meraungi kepergian Bapak saat Bapak dimakamkan. Saya tahu akan ada hari atau malam dimana saya sedang sendiri, Bapak tiba-tiba masuk kedalam hati dan membuat saya mejadi sendu dan amat merindukan kehadirannya. Saat itulah air mata akan tumpah, saya akan menangis sampai sesak dan berteriak dalam hati betapa saya merindukan obrolan-obrolan dan wejangan penting dari Bapak.
Malam ini sendu itu datang. Sambil merindukan Bapak sambil saya tarik pula 38 hari kebelakang bagaimana saya masih bisa tetap merasa bahagia saat berkumpul bersama keluarga, bercanda dengan sahabat dan teman-teman, bekerja dengan biasa dan bersemangat menjelajahi ruang-ruang baru. Saya sampai pada satu kesimpulan bahwa jika Bapak tahu setelah Bapak pergi anak sulungnya ini masih meraung meratap dan tak bisa melanjutkan hidup, Bapak akan hancur juga hatinya. Bapak yang halus sekali perasaannya, pasti akan menangis tak kalah hebat melihat anak-anaknya tak bisa melanjutkan hidup.
---
Bapak, jika malam ini Mba menangis hingga sesak, tak apa bukan ?
Hanya semalam, Hanya malam ini, Mba ingin mengingat betapa banyak hal yang ingin Mba katakan, banyak hal yang ingin Mba ceritakan, bagaimana tempat Mba bekerja sekarang, apa yang Mba kerjakan sekarang, betapa baiknya teman-teman disekitar Mba sekarang .... Tapi tak sempat Mba katakan..
Bapak,
Mba rindu.