Lapak Buku Baru dan Bekas di Palasari, tempat favorit hunting Buku di Bandung |
Siapa pernah dengar istilah judul diatas ? Jujur saya sendiri baru pagi ini mendengar dan membacanya. Setelah beberapa bulan hanya berkutat bersama buku dan jurnal yang berhubungan dengan penelitian, saya baru sempat membaca kembali blog pendidikan favorit saya, blog pak Satria Dharma yang bisa teman-teman lihat di www.satriadharma.com.
Posting terakhir beliau bercerita tentang tragedi nol buku yang dianggapnya merupakan tragedi pendidikan Indonesia yang kurang diperhatikan oleh para pembuat kebijakan di kementrian juga oleh para pendidik di sekolah. Tragedi dimana tidak ada buku bacaan yang wajib dibaca oleh siswa di sekolah. Buku sastra khususnya. Dan penelitian tentang tragedi nol buku telah dilakukan oleh Taufik Ismail sejak tahun 1950, tak hanya di Indonesia, hasilnya di Negara-Negara lain siswa diwajibkan membaca beberapa buku sastra dalam setahun, sedangka di Indonesia : 0.
Saya termasuk produk pendidikan nol buku ketika SD, SMP dan SMA. Bukan berarti saya tidak membaca, tapi semua guru bahasa dan sastra Indonesia ataupun Inggris tak pernah ada seorang pun yang mewajibkan kami membaca karya sastra. Saya membaca Siti Nurbaya, Layar Terkembang, kumpulan puisi Perahu Kertasnya Sapardi Djoko Damono, semua berawal dari penasaran. Guru di SMA biasanya hanya mewajibkan kita membaca satu buku ketika memasuki materi membuat resensi.
Sampai kemarin saya pikir yang paling gawat dan menghawatirkan dalam pendidikan di Indonesia adalah keadaan guru-guru yang masih memiliki pola pikir kuno dalam mengajar, sekarang kalau diuraikan lagi kenapa mereka seperti itu, ya mungkin karena menjadi korban dar tragei nol baca.
Bahkan sampai kampus pun, tak semua dosen saya mewajibkan kami membaca, hanya ada satu dua yang memberi daftar buku yang wajib dibaca, sisanya tak ada.
Beruntungnya saya bertemu dengan teman-teman yang hobi membaca, jadi tak benar-benar lupa dengan kegiatan yang sebenarnya menjadi perintah pertama Allah untuk Nabi Muhammad SAW. Sekarang ini sebenarnya sudah banyak forum atau website bagi yang hobi membaca. goodreads.com contohnya, atau forum baca di tiap kota tempat kita tinggal. Tapi tetap saja wajib baca di sekolah harus mulai digalakkan. ini paragraph favorit yang saya copy dari blog pak satria :
Tapi kewajiban baca 25 buku itu tidak bertujuan agar siswa jadi sastrawan. Tidak. Sastra cuma medium tempat lewat. Sastra mengasah dan menumbuhkan budaya baca buku secara umum.Nah, posting ini bukan untuk sekedar share hehe posting ini juga berlaku untuk saya yang mulai malas baca belakangan ini :P
Seorang Anak Baru Gede di tahun 1919 masuk sekolah SMA dagang menengah Prins Hendrik School di Batavia. Wajib baca buku sastra menyebabkannya ketagihan membaca, tapi dia lebih suka ekonomi. Dia melangkah ke samping, lalu jadi ekonom dan ahli koperasi. Namanya Hatta. Seorang siswa yang sepantaran dia, di AMS Surabaya, juga adiksi buku. Kasur, kursi dan lantai kamarnya ditebari buku. Tapi dia lebih suka iImu politik, sosial dan nasionalisme. Dia melangkah ke samping dan jadi politikus. Namanya Soekarno.
0 comments
leave yout comment here :)