ISLAND BOOKS
Penyedia Eksklusif Konten Karya Sastra Unggulan
di Pulau Alice Sejak Tahun 1999
Manusia Tidak Bisa Hidup Sendiri;
Setiap Buku Membuka Jendela Dunia
Kemarin saya meminjam buku ini dari sekretariat Hayu Maca, mulai membacanya sejak pukul 19.00 dan tidak berhenti membaca hingga pukul 23.00. Empat jam maraton membaca buku hingga usai. Rasanya sudah lama sekali saya tidak melakukan hal ini dan rasanya amat menyenangkan.
Buku ini seperti judulnya, menceritakan tentang hidup A. J. Fikry, tidak sepenuhnya kehidupan A.J. sejak lahir hingga wafat, tapi kita akan mengikuti kisahnya sejak ia kehilangan istri tercintanya di usia tiga puluhan akhir, kehilangan harta berharganya; Buku Puisi Edgar Allan Poe berjudul Tamerlane. Buku ini sebenarnya menjadi senjata pamungkas untuk A. J. agar ia bisa bersantai-santai dengan hidupnya, berencana menjualnya di pusat lelang kemudian tidak harus memikirkan lagi sulitnya mengurus Island Books, satu-satunya toko buku di Alice Island, Manhattan.
Sudah jatuh, tertimpa tangga, kurang lebih itulah yang terjadi di awal cerita A. J. di buku ini. Hingga datang Maya. Maya ini adalah anak dua tahun yang ditinggalkan ibunya di Island Books.
"Kepada Pemilik Toko Buku Ini: Ini Maya, Umurnya 25 Bulan. Ia SANGAT CERDAS, sangat pandai bicara untuk seusianya, dan anak yang sangat manis dan baik. Aku ingin ia tumbuh sebagai anak yang gemar membaca. Aku ingin ia dibesarkan di tempat dengan buku-buku dan di antar orang yang peduli dengan hal-hal semacam itu. . . . ."A. J. awalnya ogah merawat Maya, sebagai seorang duda yang kondisi keuangannya sedang tidak stabil, tentunya tak terpikirkan sama sekali untuknya merawat seorang bayi. Tapi singkat cerita, A. J. jatuh hati pada Maya dan merawat Maya di Island Books dan Apartmentnya yang terletak di atas Island Books.
Kisah A. J. merawat Maya juga ditemani dengan interaksi A. J. dengan tokoh-tokoh menarik lainnya di buku ini. Opsir Lambiase, polisi baik hati yang awalnya tidak suka membaca buku tapi kemudian membaca setidaknya satu buku setiap minggu karena berteman dengan A. J., Lambiase juga dipilih A. J. menjadi wali Maya ketika A. J. mengadopsi Maya. Lambiase jadi salah satu sosok favorit saya di buku ini. Mengingat A. J. adalah sosok yang sulit didekati dan bukan jenis orang yang mudah berteman dengan orang lain, Lambiase tidak menyerah dengan tingkah A. J., ia mendukung A. J. dan menjadi sahabat terdekat A. J. Hal lain yang membuat saya amat menyukai Lambiase adalah perjuangannya mengejar Ismay, wanita pujaannya, di usia yang sudah tidak lagi muda!.
Tapi bagian paling menarik dari Lambiase tentu saja kenyataan bahwa ia suka membaca buku! Karena saya tidak pernah bertemu polisi seperti itu di dunia nyata :) atau belum.
Ah, tokoh lain yang tak kalah penting adalah Amy, Amelia Loman. Amy merupakan perwakilan penjualan dari salah satu penerbit yang menjual bukunya di Island Books. Pertemuan pertamanya dengan A. J. amat sangat menyakitkan dan kacau, tapi ia tetap bersikap profesional, tiga tahun setelah pertemuan kacau mereka, A. J. membaca buku yang Amy rekomendasikan di awal pertemuan mereka, karena hanya ada buku itu didekatnya dan ia tidak mau pergi meninggalkan Maya yang sedang sakit. Setelah membacanya, menangis dan mengetahui buku itu sedemikian bagus, ia menghubungi Amy.
Sejujurnya alasan saya amat suka dan terhibur membaca buku ini adalah keterikatan yang begitu kuat dengan A. J (atau Nic mantan istrinya), yang merasa mendirikan toko buku lokal amat menyenangkan, hidup melakukan apa yang kita suka tentu jadi mimpi kita semua bukan?
Jatuh bangun A. J. membangun Island Books membuat saya disadarkan, bahwa saya amat ingin memiliki toko buku lokal kecil (tidak menghilang setelah membaca perihnya kisah A. J.) juga paham bahwa membangun toko buku lokal tidaklah mudah. Apalagi di Cimahi :) Apalagi kalau modalnya belum ada :)
Membaca buku ini membuat saya diingatkan bahwa hidup ya kadang selucu itu, satu waktu kita amat terpuruk, satu waktu bahagia, satu waktu dibuat lebih terpuruk, satu waktu dibuat tidak bisa merasakan keduanya, tapi satu yang membuat kita bertahan hidup: Tujuan hidup kita. A. J mengajarkan juga kalau tujuan hidup ini ternyata bukan benda yang ingin dimiliki, rumah megah atau toko buku yang amat berkembang, bukan. Tapi orang-orang yang kita cintai, tempat kita pulang, melihat mereka bahagia adalah tujuan hidup yang lebih memberikan motivasi dibanding apapun. Jika salah satu cara membuat bahagia mereka adalah dengan usaha yang sukses, rumah dan kendaraan yang layak, tentu akan kita kejar, tapi ya kembali lagi, untuk siapa itu semua, untuk kebahagiaan kita dan orang yang kita cintai.
Maya memberikan A. J. tujuan hidup.
Dan setelah itu, sesukar apapun hidup, A. J. lakukan untuk Maya.
Kita membaca untuk mengetahui kalau kita tidak sendirian. Kita membaca karena kita sendirian. Kita membaca dan kita tidak sendirian. Kita tidak sendirian.
Hidupku ada dalam buku-buku ini. Bacalah buku-buku ini dan ketahuilah isi hatiku.
Kita bukan novel.
Kita bukan cerpen.
Pada akhirnya, kita adalah kumpulan karya.
THE STORIED LIFE OF A. J. FIKRY.
Gabrielle Zevin
Edisi Pertama terjemahan Bahasa Indonesia
diterbitkan oleh P.T Gramedia Pustaka Utama
Jakarta, 2017
ISBN 9786020375816
280 hlm; 20 cm
Halo November!
Dua bulan 2020. Tidak terasa ya, waktu begitu cepat menipu kita.
Hari ini saya mampir nulis di blog setelah melakukan perjalanan singkat yang mengesankan.
Ceritanya hari Sabtu kemarin saya ikut Mas Har pulang ke Desanya di Jombang, Jawa Timur. Sekalian silaturahmi kembali dengan Bapak dan Ibu. Tapi tujuan utamanya adalah melepas segala penat yang ada di kepala saya. Belakangan kepala saya dipenuhi beragam pikiran yang tidak semuanya positif, jadi rasanya perlu penyegaran pikiran sejenak dan salah satu caranya adalah berjarak dengan sumber-sumber pikiran negatif tersebut.
Saya sudah pernah ke Jombang, Desember 2018. Hampir setahun lalu! padahal rasanya baru-baru saja melewatinya. Saya bahkan masih sangat ingat tempat-tempat yang saya datangi di Jawa Timur Trip pertama saya kala itu.
Kali ini perjalanan kami singkat sekali. Sabtu malam berangkat, Minggu Pagi sampai Jombang, Senin Malam kembali ke Bandung dan Selasa pagi kami tiba di Cimahi. Rabu Pagi saya lanjutkan kembali ke Jakarta untuk bekerja.
Lalu apa yang seru dan berbeda di perjalanan kali ini?Saya tidak memasang ekspektasi apapun di perjalanan kali ini. Jadinya hal-hal kecil yang saya dapatkan di Desa Mas Har rasanya istimewa. Mulai dari datang pagi-pagi dijemput keluarga Mas Har di Stasiun, makan nasi pecel di pasar tradisional, beli mangga dengan harga sangat murah (yang kemudian diketawain karena mangga di desa tinggal ambil di pohon), bisa jalan-jalan sore di kampung yang masih segar sekali nuansanya setelah diguyur hujan atau bahkan bahagia karena ternyata saya banyak sekali tidur di desa mas har. dan nyenyak! percayalah setelah berhari-hari insomnia di Jakarta, bisa tidur selama dan senyenyak itu adalah anugerah.
Bonusnya tentu jadi bisa foto-foto, padahal di perjalanan pada umumnya saya ogah sekali minta foto atau bahkan difotoin Mas Har, tapi kali ini entah kenapa selalu minta difotoin.
Oh dan iya, akhirnya di perjalanan kali ini kami satu frekuensi tentang slow-holiday, istilah yang saya cipatakan sendiri: Liburan Santuy. Yang tidak dikejar-kejar list harus kemana-mana, bisa eksplor tempat-tempat lokal, bisa makan makanan unik di satu daerah dan ngobrol sama warga lokal.
Karena diliburan kali ini, Mas Har setuju dengan gaya liburan saya yang menurutnya aneh hehe Mas Har juga terlihat lebih bahagia dibanding liburan kami sebelumnya yang penuh ambisi. Seminggu keliling banyak sekali tempat di Jawa Timur dari Bromo sampai peninggalan kerajaan Majapahit di Mojokerto (lihat kan yang satu ambisi siapa satunya lagi ambisi siapa).
Semoga diberikan banyak rezeki dan kesempatan untuk bisa liburan santuy lagi dihari-hari kedepan! untuk kami dan tentu kamu yang baca!
Beberapa Bulan kebelakang, rasanya ada banyak sekali meteor yang jatuh dari planet lain ke bumi saya. Datang dari pekerjaan yang tiba-tiba hadir, tugas-tugas tambahan, tantangan baru untuk diselesaikan hingga singgungan-singgungan yang membuat kami berada argumen sering sekali.
We fight a lot. We do. Apalagi saya & Hanafi yang keras kepala dan ga mau ngalah satu sama lain.
Tapi gak pernah bertengkar & saling ga mau ngalah sebanyak pekan lalu.
Fase perang dingin ga ngobrol & ga nyapa datang lagi, ada juga adu argumen panas & saling menyakiti perasaan di grup Serikat buruh yang isinya ya saya, Hanafi & Marina.
Bertengkarnya banyak, tapi saya berani bilang kalau kami berproses lebih baik kali ini. Ribut, tapi ambil waktu untuk akhirnya refleksi barengan. Saling ngobrol apa yg sebenarnya bikin hati gak nyaman. Apa yang sudah baik apa yang perlu ditingkatkan. Dari semua poin refleksi poin mana yang mau diupgrade supaya bisa jadi pribadi yang lebih baik lagi kedepannya.
Pekan lalu saya belajar banyak hal, rasa-rasanya sejak lepas penampatan baru kali ini belajar sebanyak ini lagi karena mau terbuka mendengar feedback dari orang lain. Kesempatan yang juga jadi tempat belajar ulang ttg pentingnya refleksi, memaknai kegiatan dan berani memberikan dan mendengarkan feedback.
Sebuah kesempatan yang akan selalu syukuri karena ternyata saya lebih banyak belajar dibanding memberi.
Apakah setelah ini kami bertiga atau tepatnya saya & Hanafi gak akan ribut lagi? Tentu tidak, tapi saya bersyukur, sungguh bersyukur kali ini kami bertiga tahu batas-batas perasaan satu sama lain dan berusaha belajar untuk menjadi lebih baik di kemudian hari!
Untuk semua kesempatan, pelajaran & keterbukaan. Thank you Twin thank you Hanaf!
Akhir pekan lalu saya berkesempatan menonton konser orkestra untuk pertama kalinya. Serunya berkali-kali lipat karena ini adalah: pengalaman pertama, di ruang terbuka daaan gratis hehe.
Acara konser akbar monas 2019 kemarin diselenggarakan oleh Jakarta Oratorio Society dan Jakarta Simfoni Orchestra.
Sebenarnya acara dimulai pukul 18.30, tapi karena terlalu semangat, saya jam 16.30 saya naik transjakarta ke Monas dari kosan di daerah Rawamangun, begitu sampai, masih sekitar pukul 17.30 dan senang sekali karena bisa dapat tempat duduk yang strategis. Sebelum magrib tempatnya masih sepi, masih banyak bangku kosong. Saya duduk dan ngetag tempat duduk untuk Hanafi, teman saya yang mau aja diajak nonton konser klasik ini (ga tau deh Hanafi suka atau gak). Tapi setelah magrib tempat langsung ramai, kabarnya ada 20.000 orang yang hadir, banyak yang duduk dilantai juga, tapi karena sepertinya yang datang adalah penikmat musik klasik yang paham etika menonton konser klasik, semua yang hadir tertib, tidak berisik, tau kapan waktunya tepuk tangan dan sangat khidmat menikmati lantunan musiknya.
Saya sendiri punya obsesi untuk menonton konser klasik sejak sering membaca komik-komik musik seperti Nodame Cantabile dan Piano No Mori. Kemarin, setelah pertama kali menyaksikan langsung, rasanya mau lagi! haha.
Menjelang Petang.
Dulu diteriaki ulang oleh ibu.
Kini dipanggil lembur oleh bosku.
Dulu tubuh sudah ditaburi bedak
kini terjebak di kendaraan yang membeludak.
Dulu bersiap untuk pergi mengaji
kini sudah terbiasa saling mencaci.
Dewasaku membuat gamang.
Saat menjelang petang.
-gaber-
Kutipan diatas saya ambil dari halaman belakang buku Menjelang Petang karya Rizal Fahmi atau lebih dikenal sebagai Banggaber.
Saya sepertinya mengikuti akun @banggaber di Instagram sejak satu atau dua tahun lalu saya lupa persisnya. Setiap karya Banggaber, tak hanya menyajikan visual yang menarik tapi juga dibubuhi kata-kata reflektif yang selalu menancap dalam bagi saya.
Belakangan, Banggaber seringkali menampilkan karya bertema senja di akun instagramnya. Eh tunggu, Banggaber tak menyebutnya senja sih, tapi petang. Mungkin karena senja erat kaitannya dengan aktivitas ala penggemar musik Indi, sore hari menutup aktivitas dengan menikmati kopi dan mendengarkan musik di warung-warung kopi. Petang, meskipun arti katanya sama, lebih netral, masih bisa diartikan banyak hal oleh banyak orang.
Saya tidak anti aktivitas ala penggemar musik indi tadi loh, sejujurnya saya sendiri termasuk orang yang lebih senang menghabiskan waktu sore di warung kopi, sambil menggambar, menulis atau sekedar duduk-duduk saja, seringkali sambil membuat to do list dalam seminggu, karena waktu reguler saya bisa duduk duduk ngopi sore hari adalah hari Sabtu atau Minggu. Hari lainnya selalu menghabiskan sore di kantor.
Nah, meskipun cara saya menikmati senja sekarang amat sangat mainstream, saya punya ingatan tersendiri yang begitu melekat tentang waktu-waktu sehabis ashar hingga menjelang magrib ini. Senja, petang, sore teman-teman bisa bebas menggunakan kata apapun.
Bagi saya, waktu-waktu ini adalah waktu-waktu paling damai, kembali ke kenangan kecil ketika pada waktu-waktu ini biasanya Ibu saya atau Saudara-saudara saya mencari saya untuk pulang, mandi bersiap mengaji. Kadang dengan mudahnya saya pulang. Kadang Ibu bisa sampai marah-marah datang menyeret saya dari arena permainan. Sesudahnya saya mandi, sudah harum meski bedaknya cemong, menunggu adzan magrib dan wajib pergi ke tajug sebutan untuk Mushola di tempat saya tumbuh dulu.
Menjelang petang, saat-saat sinar matahari menyusup lewat jendela dengan hangatnya, matahari bersinar paling indah saat sore hari, apalagi saat angin juga berhembus lembut. Saya sering menemui sore-sore seperti ini dan sering berakhir menangis. Saking rindunya dengan masa kecil dulu.
Ternyata menjelang petang meninggalkan kesan yang amat dalam bagi saya.
Buku Banggaber kurang lebih menceritakan hal yang sama, yang saya suka tentu gambar dengan efek menjelang petang, efek matahari senja yang memang amat ciamik disajikan oleh banggaber.
Permainan kata Banggaber juga menurut saya luar biasa baik.
Tak banyak ilustrator yang pandai juga menulis. Bukan sekedar 'menulis' tentunya. Tapi bisa mengartikan hal-hal biasa yang terjadi dalam hidup kita semua, dengan luar biasa.
Ah iya, karena saya membeli dimasa pre-order, saya sekalian memesan kaosnya untuk Mas Har, kata-kata banggaber di kaos ini pernah diunggah di Instagramnya, membuat saya langsung merepost saking berartinya kata-kata ini bagi saya. Saya merekomendasikan teman-teman untuk membaca buku ini untuk mengalami dua pengalaman: Merefleksikan arti senja bagi teman-teman dan merefleksikan arti kehidupan yang kita jalani saat ini.
Buku ini akan bisa ditemui di toko buku kesayangan teman-teman Bulan September ini!
Selamat membaca dan mengartikan kembali makna senja!
Salam,
Asri
Menjadi konsisten memang sulit ya!
Bulan Juli berjalan amat sangat cepat sampai saya tak sadar ini sudah tangal 25, di awal bulan kemarin, saya sempat berjanji untuk menjadi anak baik yang lebih rajin latihan menggambarnya dari pada jajan alat tulis dan alat gambar lucu di Gramedia. Nyatanya hingga hari ini, sketchbook yang saya beli baru terisi setengahnya.
Tapi bulan ini adalah bulan paling banyak saya menggunakan alat tulis dan alat gambar. Padahal biasanya hanya beli lalu ditumpuk di wadah perkakas gambar. Rasanya seru sih hehe. Seperti kembali ke 2015 waktu saya sedang semangat-semangatnya belajar gambar.
Gara-gara ini juga saya jadi sadar kalau alat gambar saya awet banget! Masa Koi Sakura Watercolor Pocket saya masih ada sampai sekarang, udah kotor dan banyak bocel-bocel sih, tapi isinya masih lumayan banyak. Saking jarangnya digunakan melukis. Padahal belinya dari 2014, atau mungkin karena saya campur-campur menggunakan beragam cat air (bisa jadi sih!). Dari semua cat air, yang terlihat signifikan sisa sedikit hanya Pentel, sisanya, Winsor Newton half pan, Giotto, dan Koi masih cukup banyak.
Semalam masih sempat meluangkan waktu untuk membuat sketsa, mengisi buku harian dan jurnal rasa syukur. Mari kita lihat akan sekonsisten apa Asri untuk urusan hobi menggambar dan kecanduan mengumpulkan dan menggunakan alat tulis warna-warni untuk mengisi jurnal :)
--
Percakapan diatas terjadi pertengahan tahun 2014. Kala itu saya sebenarnya tak benar-benar ingin pergi dari Bengkulu, empat tahun menetap dan belajar disana, rasa cinta saya pada Kota ini tumbuh sedemikian rupa. Teman-teman terdekat saya ada di Kota ini, kesempatan bekerja (yang kala itu saya lihat amat menjanjikan) terbuka lebar. I can do so much things in this City. Itu yang saya pikirkan lima tahun lalu.
Apakah akhirnya saya menetap dan tinggal?
Eww, sayangnya dan syukurnya tidak.
Sayangnya, saya harus meninggalkan Kota ini, kembali ke Cimahi, bekerja di Kota yang selalu saya sebut Kota dimana saya berasal. Meninggalkan banyak kenangan dan teman-teman terbaik yang pernah saya miliki.
Syukurnya, saya bisa move on, menjalin kembali pertemanan lama, membangun pertemanan baru, lima tahun belakangan tak hanya bekerja dan belajar di satu tempat, lima tahun, empat pekerjaan di tempat berbeda. Saya juga bersyukur karena toh pada akhirnya, teman-teman terbaik yang saya miliki di Bengkulu pergi merantau atau kembali ke kampung halamannya. Tak terbayang betapa merananya jika saya tinggal dan tak ada mereka disana.
Singkat cerita, saya memenuhi janji untuk kembali lima tahun setelah saya meninggalkan Bengkulu. Untuk sebuah keperluan yang amat menyenangkan karena saya bisa menunaikan dua janji sekaligus dalam satu waktu. Satu: Kembali ke Bengkulu setelah lima tahun. Dua: Hadir di Pernikahan Renti.
Saya membeli tiket pesawat ke Bengkulu dua bulan sebelum saya berangkat. I'm beyond excited. Sempat merasa takut karena seperti mengulang pengalaman pertama kali berangkat, naik pesawat sendirian. (Bedanya kala itu saya diantar alm. Bapak sampai Soekarno Hatta). Ternyata saya satu pesawat dengan Ronald, sahabat saya yang juga mudik untuk menghadiri pernikahan adiknya. Perjalanan yang saya kira akan diisi air mata karena saya mengingat moment diantar Bapak pun sirna, Ronald berangkat bersama istri dan anaknya yang lucu. Saya merasa senang sepanjang perjalanan.
Me & Abang setelah lima tahun tak jumpa |
Sampai Bengkulu saya dijemput Abang Ari, sahabat satu geng yang selalu dituakan dan direpotkan. Abang datang basah-basah karena kehujanan. Dan meskipun hari masih hujan, Abang Ari mengantarkan saya ke tempat yang amat sangat ingin saya datangi: Universitas Bengkulu.
How I missed this place.
Rasanya seperti kembali ke sembilan tahun lalu, pertama kali menginjakkan kaki disini. Beberapa orang bingung ketika saya bilang tempat pertama yang ingin saya datangi di Bengkulu adalah kampus. Well, saya menghabiskan hampireluruh waktu ketika kuliah dulu dengan berada di kampus. Bukan hanya ketika ada perkuliahan tapi hampir sepanjang waktu. Meskipun tak mungkin menemui wajah-wajah yang sama, melihat gedung-gedung yang pernah saya lewati dulu, rasanya cukup untuk memanen rindu.
Saya di depan gedung perpustakaan Unib |
Di depan GKB III Ruang 1, kelas kuliah dulu |
Pernikahan Renti semacam ajang reuni bagi saya dan teman-teman.
Senaang sekali rasanya. Lima tahun memendam perasaan ingin pulang ke Bengkulu rasanya tak sia-sia. Saya pulang di waktu dan untuk alasan yang tepat. Walaupun hanya dua hari.
Wait, let just say this is my kinda Bachelorette party. Make sure the bride wont be starving in the morning |
Me & My BBFF |
Reunion |
Saya seharusnya pulang hari Minggu sore. Setelah diantar seluruh teman-teman (It's like the good old time, setiap kali meninggalkan Bengkulu, selalu diantar teman-teman terdekat), melewati drama penuh tangis di depan rumah Renti ketika pamit pada Ibu, hampir menangis di rumah Bu Ju, saya . . . ditinggal pesawat.
Whaaaat
Ternyata sebulan belakangan tak ada penerbangan sore dari Bengkulu ke Jakarta dengan Lion Air. Damn. Apesnya mereka tak berkabar, katanya nomor saya tak bisa dihubungi.
Setelah panik dan hampir marah (karena besok harus kerja pagi). Saya tidak jadi marah-marah seperti kejadian-kejadian penumpang ditinggal pesawat yang sering viral di media sosial. Saya cuma minta mereka menyediakan tiket penerbangan pengganti. Senin, yang paling pagi, kalau bisa subuh.
Setelah 30 menit, saya mendapatkan kepastian untuk terbang besok pagi jam 06.00, cukup pagi untuk berada di kantor sebelum jam 11.
Tapi tentu tetap ada hikmah dibalik semua kejadian.
Saya jadi bisa main ke Pantai Panjang, ke tempat dimana saya sering main sepeda bareng Abang Ari dulu. Melihat matahari terbenam dengan cara yang beberapa tahun lalu jadi cara yang 'biasa' namun sekarang jadi luar biasa. Juga bisa menginap di tempat Bu Ju, adik Ibu yang tinggal di Bengkulu.
Besoknya, saya kembali dengan hati yang penuh syukur.
Ahhhh, rasanya senang sekali bisa pulang.
Jadi kapan balik lagi ke Bengkulu, As? |
Minggu lalu saya mampir ke Gramedia Matraman untuk membeli hadiah buku, niatnya hanya membeli dua buku hadiah. Tapi pulang-pulang saya membawa lima buku. Padahal masih punya banyak buku yang belum dibaca :|
Tapi kembali lagi, seperti kata seseorang yang saya kenal, "Pencinta buku juga adalah penimbun buku" hehe. Nah, akhirnya saya membeli empat buku untuk diri saya sendiri. Orang-Orang Proyek karya Ahmad Tohari, Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari juga, Burung-Burung Rantau karya Y. B. Mangunwijaya daaaaan diantara buku-buku sastrawan kebanggaan Indonesia tadi, nyeliplah buku yang justru habis dibaca lebih dahulu dibanding buku lainnya. Komik terjemahan dari Korea Selatan berjudul "Diary Karyawan Galau".
Buku ini bercerita tentang kisah harian penulisnya sebagai seorang karyawan. Ada suka-duka, senang-sedih, jatuh-bangun, optimis-pesimis bahkan apatis dengan keadaan kantor, interaksi dengan rekan, atasan, bawahan hingga presdir, semuanya diceritakan Harang dalam bentuk komik seperti gambar dibawah ini. :)
Saya gak bisa dibilang 100% karyawan macam Harang sih. Tapi beberapa hal mirip. Punya atasan/supervisor, rekan kerja, capaian dan target kerja, walau ritmenya lebih luwes & cair. Tapi banyak juga kisah dan perasaan-perasaan yang amat sangat mirip dengan kisah milik Harang. Contohnya ketika kita selalu merasa "rumput tetangga" yang selalu lebih hijau.
Saat bekerja ingin nganggur, saat nganggur ingin bekerja
Sungguh suara-suara kurang bersyukur yang sering datang disaat-saat berat. Atau ada lagi kisah dimana si karyawan ingin resign dari perusahaannya, tapi menunda-menunda-menunda hingga akhirnya resign hanya jadi wacana. Itu bukan persis kasus saya sih, tapi saya kenal seorang teman yang terwakili perasaannya :D
Saya membaca buku ini sekilas ketika di Cimahi, sisanya saya habiskan di kereta dari Cimahi menuju Jakarta. Langsung habis, di kereta saya tak henti senyum senyum sendiri, untung kebetulan kursi sebelah saya kosong.
Saya amat merekomendasikan teman-teman yang sedang penat-penatnya atau bahkan yang tidak sedang penat dengan pekerjaanpun, untuk membaca buku komik ini. Bahasanya ringan, gambarnya simple dan menarik, seluruh halamannya berwarna (which I love so so so much) hehe. Hiburan deh, apalagi bacanya sambil commuting sepulang kerja.
Akhir kata (aiaaaaah)
Sekian ulasan buku di penghujung Bulan Maret ini.
Salam hangat dari pekerja yang menentukan jam masuk dan pulangnya sendiri,
Aaaaasri.
If you get tired,
Learn to rest,
not to quit.
- a pinterest quotes with no source
Beberapa waktu yang lalu saya sempat merasa amat kalut, saat itu beban pikiran saya sedang berat-beratnya. Padahal saya baru pulang dari Cimahi. Biasanya energi saya terisi penuh setelah kembali dari Cimahi. Beberapa hari tersebut, saya menangis sepanjang malam, menangis di tempat kerja, bahkan mengambil jarak dari teman-teman di kantor dengan mengerjakan tugas di Taman.
Jumat malam, saya sudah tidak bisa meredam perasaan saya, saya telepon Mas Har, sambil terisak-isak bilang "Aku mau pulang...", sebenarnya saya janji pada diri saya sendiri untuk pulang paling cepat dua minggu sekali, akhir pekan lalu sudah pulang dan sekarang kembali merengek minta pulang, biasanya Mas Har akan mengingatkan saya pada janji yang saya buat, tapi waktu itu ia malah memperbolehkan saya pulang dan bilang akan menjemput di teminal leuwi panjang lalu mengantarkan saya pulang ke Cimahi.
Sepertinya itu adalah keadaan terendah saya selama berada di Jakarta. Jadi pulang adalah satu-satunya cara saya menyembuhkan diri.
Saya tak memberi tahu siapapun saya pulang, jika biasanya saya ke Lapak atau ke sekretariat Hayu Maca, kala itu saya hanya tidur-tiduran di rumah. Mengurus tanaman bersama Ibu, main sama Dimas dan Minggu siang mengajak Mas Har untuk main ke Taman Hutan Raya Ir. Juanda.
Di Tahura, saya benar-benar merasa sembuh. Melepaskan semua luka yang didapat ketika berada di Jakarta dan saya yakin bahwa saya bisa kembali ke Jakarta dengan keadaan yang prima.
--
Saya beberapa kali berada di kondisi seperti itu. Dulu, sebelum ada Mas Har yang sepertinya selalu siap sedia mendengarkan saya di kondisi apapun, kondisi seperti ini seringkali membuat saya destruktif, merusak saya perlahan dan membutuhkan waktu lama untuk kembali bangkit.
Kalau dibilang apakah saya beruntung karena sekarang ada Mas Har? (seperti yang sering Hanafi bilang).
Saya rasa iya. Mas Har tahu kondisi-kondisi dimana saya butuh diajak rehat dan bisa mengajak saya kembali bangkit. Dia mengajarkan saya arti 'learn to rest, not to quit'.
--
Kalau kamu berada dalam kondisi yang sama dengan saya, merasa kalut, jatuh, berada di kondisi teredah, cara rehatnya belum tentu sama. Bisa jadi kamu punya cara rehat yang lebih membutuhkan keramaian, menarik diri untuk sekian waktu, atau membuat jarak yang amat lebar, atau justru rehat versi kamu adalah tiduran di kamar sambil menonton drama korea.
Sekarang tentunya saya sudah berada di kondisi yang lebih baik.
Semoga kalian yang membaca tulisan ini, dimanapun berada, juga dalam kondisi baik.
Salam,
Asri
Setelah sekian lama berkeingininan berkebun di rumah, akhirnya 2019 ini saya benar-benar serius menggarap project ini :D
Serius karena akhirnya tempat jemur ibu di lantai ataspun kami rombak untuk menjadi kebun.
Saya, Ibu, Bayu dan Mas Har mencoba menanam beberapa tanaman. Ada yang memang berguna untuk kebutuhan ibu sehari-hari seperti daun salam, daun bawang, tomat, jahe merah, kunyit dan sebagainya. Ada juga yang memang untuk mempercantik halaman kecil kami saja, seperti lavender, bunga kamboja, sansivera dan beberapa tanaman hias lainnya.
Yang menarik dari berkebun kali ini (2015 saya pernah coba berkebun juga dan gak konsisten hhe) adalah kami juga mencoba menanam kaktus dan sukulen, mencoba mengembang biakkannya supaya berkembang lebih banyak di lantai atas.
Saya mau cerita banyak tentang pengalaman saya dan keluarga sebagai petani kota nih hehe. Tapi sepertinya tidak akan cukup dalam satu post saja, jadi nantinya saya akan buat post-post khusus tentang Kebun di rumah.
Gambar bunga jahe diatas saya ambil dari kebun, saya baru tahu kalau jahe bisa berbunga dan bunganya cantik :) tapi bunga jahe ini hanya muncul waktu sore-pagi dan mekar benar waktu malam. Kalau siang dia layu.
Di Instagram, saya sering post cerita-cerita tentang kebun bahkan saya buat highlights sendiri hehe.
Berikut beberapa tanaman yang sedang saya coba tanam di rumah:
POPULAR POSTS
Goodreads
Asri's books
Setelah membaca ini sampai selesai malam ini. Jadi paham kenapa Allah bilang kalau Kisah Yusuf ini salah satu kisah terbaik dalam Quran.
Ada terlalu banyak pelajaran berharga dari kisah Yusuf. Dr. Yasir Qadhi mengawali buku ini dg sebab...
Kamu pengunjung ke
Cari Blog Ini
Arsip Blog
-
▼
2024
(8)
- ► Agustus 2024 (1)
- ► April 2024 (3)
-
►
2023
(17)
- ► November 2023 (1)
- ► September 2023 (1)
- ► Maret 2023 (2)
- ► Februari 2023 (2)
- ► Januari 2023 (3)
-
►
2022
(53)
- ► Oktober 2022 (2)
- ► September 2022 (13)
- ► Agustus 2022 (2)
- ► April 2022 (7)
- ► Maret 2022 (5)
- ► Februari 2022 (6)
- ► Januari 2022 (3)
-
►
2021
(35)
- ► Desember 2021 (5)
- ► November 2021 (1)
- ► Oktober 2021 (1)
- ► September 2021 (4)
- ► Agustus 2021 (3)
- ► April 2021 (1)
- ► Maret 2021 (2)
- ► Februari 2021 (6)
- ► Januari 2021 (6)
-
►
2020
(13)
- ► Desember 2020 (3)
- ► Agustus 2020 (4)
- ► April 2020 (1)
- ► Maret 2020 (1)
- ► Februari 2020 (1)
-
►
2019
(14)
- ► November 2019 (1)
- ► Oktober 2019 (1)
- ► September 2019 (1)
- ► Agustus 2019 (2)
- ► Maret 2019 (3)
- ► Februari 2019 (2)
- ► Januari 2019 (2)
-
►
2018
(15)
- ► Desember 2018 (4)
- ► November 2018 (1)
- ► Maret 2018 (3)
- ► Januari 2018 (2)
-
►
2017
(20)
- ► November 2017 (2)
- ► Oktober 2017 (3)
- ► September 2017 (2)
- ► Agustus 2017 (4)
- ► Januari 2017 (2)
-
►
2016
(65)
- ► Desember 2016 (2)
- ► September 2016 (2)
- ► Agustus 2016 (3)
- ► April 2016 (25)
- ► Februari 2016 (1)
- ► Januari 2016 (1)
-
►
2015
(29)
- ► Desember 2015 (3)
- ► September 2015 (2)
- ► Agustus 2015 (13)
- ► Maret 2015 (2)
- ► Februari 2015 (1)
- ► Januari 2015 (3)
-
►
2014
(29)
- ► Desember 2014 (8)
- ► November 2014 (6)
- ► Oktober 2014 (2)
- ► September 2014 (2)
- ► Februari 2014 (6)
-
►
2013
(66)
- ► Desember 2013 (1)
- ► November 2013 (5)
- ► Oktober 2013 (7)
- ► September 2013 (7)
- ► Agustus 2013 (15)
- ► April 2013 (5)
- ► Februari 2013 (3)
- ► Januari 2013 (9)
-
►
2012
(6)
- ► November 2012 (4)
- ► Oktober 2012 (2)
-
►
2011
(8)
- ► Oktober 2011 (4)
- ► September 2011 (1)
- ► Maret 2011 (3)
Diberdayakan oleh Blogger.